26 April 2011

makalah asuransi jasaraharja (sistem jaminan sosial)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) Indonesia yang terpuruk memberi pesan jelas bahwa pembangunan di Indonesia masih belum mampu merespon masalah sosial secara mendasar dan tuntas. HDI yang diukur melalui tiga variabel utama (daya beli ekonomi, tingkat melek hurup dan harapan hidup) sangat ditentukan oleh besar dan komplesitas masalah sosial. Sebagai ilustrasi, jumlah penduduk miskin yang besar, yang pada tahun 2002 diperkirakan mencapai 35 juta jiwa atau sekitar 18 persen dari total penduduk Indonesia (BPS dan Depsos, 2002) merupakan pintu masuk bagi persoalan sosial lain yang akan terus berkembang, seperti tingginya angka putus sekolah, anak jalanan, pekerja anak, kematian ibu, rumah kumuh, kriminalitas dll. Pada gilirannya, masalah sosial tersebut akan menjadi “masukan buruk” (bad/negative inputs) bagi IPM Indonesia.
Strategi pembangunan nasional selama ini masih berkutat pada bagaimana membangun sistem ekonomi agar tumbuh setinggi mungkin, dan belum diarahkan secara sungguh-sungguh untuk membangun sistem jaminan sosial yang kuat. Akibatnya, selain Indonesia terus dihadang permasalahan sosial yang semakin kompleks, keberhasilan di bidang ekonomi ternyata sangat rentan terhadap goncangan. Indonesia memerlukan pendekatan pembangunan yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, melainkan pula berorientasi pada aspek perlindungan sosial. Jaminan sosial pada hakikatnya merupakan strategi perlindungan guna menopang dan menjaga kestabilan ekonomi. Komitmen internasional dan nasional sangat menekankan pentingnya jaminan sosial, terutama sebagai strategi penanganan kemiskinan secara sistemik, melembaga dan terpadu.

1.2 Rumusan Masalah
Jaminan sosial dapat diberikan melalui melalui sistem asuransi sosial yang didanai oleh premi asuransi maupun melalui bantuan sosial yang dananya diperoleh dari pendapatan pajak. Asuransi sosial ditetapkan berdasarkan insurance expertise. Pemberian manfaat asuransi diperhitungkan berdasarkan premi asuransi. Secara prinsip, pemerintah nasional (pusat) bersama dengan lembaga-lembaga publik lainnya menjadi penyelenggara asuransi sosial. Kepesertaan asuransi sosial bersifat wajib (obligatory). Sistem asuransi medis dan asuransi kecelakaan adalah dua tipe asuransi sosial yang sangat luas dikenal. Jasa Raharja merupakan salah satu penyelenggara dalam hal ini memberikan pelayananan jaminan terhadap resiko kecelakaan, dalam hal ini pelayanan terhadap masyarakat perlu mendapatkan pemahaman dan informasi yang jelas terutama pihak yang tertanggung.

BAB II
TINJAUAN TEORITIK

1. Pengertian Asuransi
Asuransi dapat diformulasi dari berbagai definisi tentang asuransi. Dalam berbagai sumber dan literatur, banyak ditemukan definisi mengenai asuransi. Definisi tersebut tentu berbeda-beda secara naratif, tergantung latar belakang profesi, keilmuan maupun kepentingan orang yang mendefinisikannya.
Definsi-definisi mengenai asuransi dapat dilihat sebagai berikut :

a) Definisi asuransi menurut Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Republik Indonesia
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”
b) Definisi asuransi menurut Prof. Mehr dan Cammack
“Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit exposure dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung”.
c) Definisi asuransi menurut Prof. Mark R. Green
“Asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko, dengan jalan mengkombinasikan dalam suatu pengelolaan sejumlah obyek yang cukup besar jumlahnya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu”.
e) Definisi asuransi menurut C. Arthur William Jr. dan Richard M. Heins, berdasarkan dua sudut pandang, yaitu:

a. “Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorangpenanggung”.

b. “Asuransi adalah suatu persetujuan dengan mana dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial”.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas kiranya mengenai definisi asuransi yang dapat mencakup semua sudut pandang :

Pengertian Asuransi ditinjau dari segi ekonomi, adalah :
“Asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat pada perekonomian, dengan cara menggabungkan sejumlah unit-unit yang terkena risiko yang sama atau hampir sama, dalam jumlah yang cukup besar, agar probabilitas kerugiannya dapat diramalkan dan bila kerugian yang diramalkan terjadi akan dibagi secara proposional oleh semua pihak dalam gabungan itu”.

Pengertian Asuransi di tinjau dari segi hukum, adalah:

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih dimana pihak tertanggung mengikat diri kepada penanggung, dengan menerima premi-premi asuransi untuk memberi penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan di derita tertanggung karena suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberi pembayaran atas meninggal atau hidupnya seseorang yang di pertanggungkan. “

PRINSIP – PRINSIP POKOK ASURANSI
Ada beberapa prinsip-prinsip pokok Asuransi yang sangat penting yang harus dipenuhi baik oleh tertanggung maupun penanggung agar kontrak / perjanjian Asuransi berlaku
(tidakbatal),sbb:

a.Prinsip Itikad Baik (Utmost Good Faith)
b. Prinsip kepentingan yang dapat di Asuransikan (Insurable Interest)
c. Prinsip Ganti Rugi (Indemnity)
d. Prinsip Subrogasi (Subrogation)
e. Prinsip Kontribusi (Contribution)
f. Prinsip Sebab Akibat (Proximate Cause)

KLASIFIKASI PRODUK ASURANSI

a. Asuransi Kerugian
Menutup pertanggungan untuk kerugian karena kerusakan atau kemusnahan harta benda yang dipertanggungkan karena sebab – sebab atau kejadian yang dipertanggungkan (sebab – sebab atau bahaya – bahaya yang disebut dalam kontrak atau polis asuransi).
Dalam asuransi kerugian, penanggung menerima premi dari tertanggung dan apabila terjadi kerusakan atau kemusnahan atas harta benda yang dipertanggungkan maka ganti kerugian akan dibayarkan kepada tertanggung.

Contoh
- Asuransi Kebakaran
- Asuransi Angkutan Laut
- Asuransi Kendaraan Bermotor
- Asuransi Kerangka Kapal
- Construction All Risk (CAR)
- Property / Industrial All Risk
- Asuransi Customs Bond
- Asuransi Surety Bond
- Asuransi Kecelakaan Diri oleh Jasa Raharja
- Asuransi Kesehatan
- Asuransi Kesehatan dan Tabungan Hari Tua yang dikeluarkan oleh PT
JAMSOSTEK


b. Asuransi Jiwa
Menutup pertanggungan untuk membayarkan sejumlah santunan karena meninggal atau tetap hidupnya seseorang dalam jangka waktu pertanggungan. Dalam asuransi jiwa, penanggung menerima premi dari tertanggung dan apabila tertanggung meninggal, maka santunan (uang pertanggungan) dibayarkan kepada ahli waris atau seseorang yang ditunjuk dalam polis sebagai penerima santunan.

Contoh :
- Asuransi Jiwa Murni (Whole Life Insurance)
- Asuransi Jiwa Berjangka Panjang (Long Term Insurance)
- Asuransi Jiwa Jangka Pendek (Short Term Insurance)
Produk Asuransi Jiwa Dalam Program Asuransi Sosial
Program Dana Pensiun dan Tabungan Hari Tua bagi pegawai negeri dan ABRI yang diselenggarakan oleh PT. TASPEN dan PT. ASABRI

F. FUNGSI ASURANSI :

1. Transfer Resiko
Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi

2. Kumpulan Dana
Premi yang diterima kemudian dihimpun oleh perusahaan asuransi sebagai dana untuk membayar resiko yang terjadi.

BAB III

PEMBAHASAN


SEJARAH JASA RAHAJA

Sejarah berdirinya Jasa Raharja tidak terlepas dari adanya peristiwa pengambil alihan atau nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda oleh Pemerintah RI. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.3 tahun 1960, jo Pengumuman Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan RI No.12631/BUM II tanggal 9 Februari 1960, terdapat 8 (delapan) perusahaan asuransi yang ditetapkan sebagai Perusahaan Asuransi Kerugian Negara (PAKN) dan sekaligus diadakan pengelompokan dan penggunaan nama perusahaan sebagai berikut :
• Fa. Blom & Van Der Aa, Fa. Bekouw & Mijnssen, Fa. Sluiiters & co, setelah dinasionalisasi digabungkan menjadi satu bernama PAKN Ika Bhakti.
• NV. Assurantie Maatschappij Djakarta, NV. Assurantie Kantoor Langeveldt-Schroder, setelah dinasionalisasi digabungkan menjadi satu, dengan nama PAKN Ika Dharma.
• NV. Assurantie Kantoor CWJ Schlencker, NV. Kantor Asuransi "Kali Besar", setelah dinasionalisasi digabungkan menjadi satu, dengan nama PAKN Ika Mulya.
• PT. Maskapai Asuransi Arah Baru setelah dinasionalisasi diberi nama PAKN Ika Sakti.

Perkembangan organisasi perusahaan tidak terhenti sampai disitu saja, karena dengan adanya pengumuman Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan RI No. 294293/BUM II tanggal 31 Desember 1960, keempat perusahaan tersebut di atas digabung dalam satu Perusahaan Asuransi Kerugian Negara (PAKN) "Ika Karya." Selanjutnya PAKN Ika Karya berubah nama menjadi Perusahaan Negara Asuransi Kerugian (PNAK) Eka Karya.
Berdasarkan PP No.8 tahun 1965 dengan melebur seluruh kekayaan, pegawai dan segala hutang piutang PNAK Eka Karya, mulai 1 Januari 1965 dibentuk Badan Hukum baru dengan nama 'Perusahaan Negara Asuransi Kerugian Jasa Raharja" dengan tugas khusus mengelola pelaksanaan Undang-Undang (UU) No.33 dan Undang-Undang (UU) No.34 tahun 1964. Penunjukkan PNAK Jasa Raharja sebagai pengelola kedua Undang-Undang tersebut ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan RI No. BAPN 1-3-3 tanggal 30 Maret 1965.

Pada tahun 1970, PNAK Jasa Raharja diubah statusnya menjadi Perusahaan Umum (Perum) Jasa Raharja. Perubahan status ini dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. Kep.750/KMK/IV/II/1970 tanggal 18 November 1970, yang merupakan tindak lanjut dikeluarkannya UU. No.9 tahun 1969 tentang Bentuk- Bentuk Badan Usaha Negara.

Pada tahun 1978 yaitu berdasarkan PP No.34 tahun 1978 dan melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang selalu diperpanjang pada setiap tahun dan terakhir No. 523/KMK/013/1989, selain mengelola pelaksanaan UU. No.33 dan UU. No. 34 tahun 1964, Jasa Raharja diberi tugas baru menerbitkan surat jaminan dalam bentuk Surety Bond. Kemudian sebagai upaya pengemban rasa tanggung jawab sosial kepada masyarakat khususnya bagi mereka yang belum memperoleh perlindungan dalam lingkup UU No.33 dan UU No.34 tahun 1964, maka dikembangkan pula usaha Asuransi Aneka.
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, mengingat usaha yang ditangani oleh Perum Jasa Raharja semakin bertambah luas, maka pada tahun 1980 berdasarkan pp No.39 tahun 1980 tanggal 6 November 1980, status Jasa Raharja diubah lagi menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan nama PT (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja, yang kemudian pendiriannya dikukuhkan dengan Akte Notaris Imas Fatimah, SH No.49 tahun 1981 tanggal 28 Februari 1981, yang telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Akte Notaris Imas Fatimah, SH No.59 tanggal 19 Maret 1998 berikut perbaikannya dengan Akta No.63 tanggal 17 Juni 1998 dibuat dihadapan notaris yang sama.
Pada tahun 1994, sejalan dengan diterbitkan UU No.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, yang antara lain mengharuskan bahwa Perusahaan Asuransi yang telah menyelenggarakan program asuransi sosial dilarang menjalankan asuransi lain selain program asuransi sosial, maka terhitung mulai tanggal 1 Januari 1994 Jasa Raharja melepaskan usaha non wajib dan surety bond dan kembali menjalankan program asuransi sosial yaitu mengelola pelaksanaan UU. No.33 tahun 1964 dan UU. No.34 tahun 1964

UU No 33 Tahun 1964 Jo PP No 17 Tahun 1965 (Tentang yang berhak atas santunan kecelakaan)
1. Korban yang berhak atas santunan yaitu
Setiap penumpang sah dari alat angkutan penumpang umum yang mengalami kecelakaan diri, yang diakibatkan oleh penggunaan alat angkutan umum, selama penumpang yang bersangkutan berada dalam angkutan tersebut, yaitu saat naik dari tempat pemberangkatan sampai turun di tempat tujuan

2. Jaminan Ganda
Kendaraan bermotor Umum (bis) berada dalam kapal ferry, apabila kapal ferry di maksud mengalami kecelakaan, kepada penumpang bis yang menjadi korban diberikan jaminan ganda

3. Penumpang mobil plat hitam
Bagi penumpang mobil plat hitam yang mendapat izin resmi sebagai alat angkutan penumpang umum, seperti antara lain mobil pariwisata , mobil sewa dan lain-lain, terjamin oleh UU No 33 jo PP no 17/1965

4. Korban Yang mayatnya tidak diketemukan
Penyelesaian santunan bagi korban yang mayatnya tidak diketemukan dan atau hilang didasarkan kepada Putusan Pengadilan Negeri
Prosedur Santunan

1. CARA MEMPEROLEH SANTUNAN
• Menghubungi kantor Jasa Raharja terdekat
• Mengisi formulir pengajuan dengan melampirkan :
o Keterangan kecelakaan Lalu Lintas dari Kepolisian dan atau dari instansi berwenang lainnya.
o Keterangan kesehatan dari dokter / RS yang merawat.
o KTP / Identitas korban / ahli waris korban.
o Formulir pengajuan diberikan Jasa Raharja secara cuma-cuma
2. BUKTI LAIN YANG DIPERLUKAN
• Dalam hal korban luka.luka
o Kuitansi biaya rawatan dan pengobatan yang asli dan sah.
• Dalam hal korban meninggal dunia
o Surat kartu keluarga / surat nikah ( bagi yang sudah menikah )
3. KETENTUAN LAIN YANG PERLU DIPERHATIKAN
• Jenis Santunan
o Santunan berupa penggantian biaya rawatan dan pengobatan (sesuai ketentuan)
o Santunan kematian
o Santunan cacat tetap
• Ahli Waris
o Janda atau dudanya yang sah.
o Anak-anaknya yang sah.
o Orang tuanya yang sah
• Kadaluarsa
Hak santunan menjadi gugur / kadaluwarsa jika :
o Permintaan diajukan dalam waktu lebih dari 6 bulan setelah terjadinya kecelakaan.
o Tidak dilakukan penagihan dalam waktu 3 bulan setelah hak dimaksud disetujui oleh jasa raharja
Sistem Pembayaran Premi
Dasar Hukum Pelaksanaan
• UU No.33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang jo. PP No.17 Tahun 1965 tentang Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.
• UU No.34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan jo. PP No.18 Tahun 1965 tentang Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
Jenis Premi
• Pembayaran Premi dalam program asuransi kecelakaan pada PT Jasa Raharja dikenal dengan 2 (dua) bentuk yaitu Iuran Wajib (IW) dan Sumbangan Wajib (SW).
• Iuran Wajib dikutip atau dikenakan kepada penumpang alat transportasi umum seperti kereta api, pesawat terbang, bus dan sebagainya (pasal 3 (1) a UU No.33/1964 jo pasal 2 (1) PP No.17/1965). Sedangkan khusus penumpang kendaraan bermotor umum di dalam kota dan Kereta Api jarak pendek (kurang dari 50 km) dibebaskan dari pembayaran iuran wajib tersebut
• Sumbangan Wajib dikutip atau dikenakan kepada pemilik/pengusaha kendaraan bermotor (pasal 2 (1) UU No.34/1964 jo pasal 2 (1) PP No.18/1965).
Besaran Premi dan santunan
• Untuk Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dan Santunannya di atur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.010/2008 tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
• Untuk Iuran Wajib dan santunannya diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.010/2008 tentang Besar Santunan dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang Umum di Darat, Sungai/Danau, Ferry/Penyeberangan, Laut dan Udara.
Teknis Pengutipan Premi
• Iuran Wajib
Setiap penumpang yang akan menggunakan alat transportasi umum membayarkan iuran wajib yang disatukan dengan ongkos angkut pada saat membeli karcis atau membayar tarif angkutan dan pengutipan ini dilakukan oleh masing-masing operator (pengelola) alat transportasi tersebut
• Sumbangan Wajib
Pembayaran SW dilakukan secara periodik (setiap tahun) di kantor Samsat pada saat pendaftaran atau perpanjangan STNK

Jumlah Santunan
Besarnya santunan UU No 33 & 34 tahun 1964, ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No 36/PMK.010/2008 dan 37/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari 2008
Jenis Santunan Angkutan Umum
Darat/Laut Udara
Meninggal Dunia Rp.25.000.000,- Rp.50.000.000,-
Catat Tetap (maksimal) Rp.25.000.000,- Rp.50.000.000,-
Biaya Rawatan (maksimal) Rp.10.000.000,- Rp.25.000.000,-
Biaya Penguburan Rp.2.000.000,- Rp.2.000.000,-

BAB IV

KESIMPULAN

Jaminan sosial dapat menjadi piranti keadilan dan kesejahteraan sosial yang menjamin kehidupan stabil dalam situasi sosial ekonomi dewasa ini. Jaminan sosial dapat mendukung masyarakat menghadapi kesulitan dan ketidakpastian yang tidak dapat dipecahkan secara sendiri-sendiri secara effisien.
Secara umum, asuransi adalah sebuah sistem untuk sekelompok orang guna melindungi resiko-resiko yang mungkin terjadi pada mereka. Sejumlah orang yang dianggap memiliki suatu resiko serupa membentuk sebuah kelompok, dan masing-masing anggota kelompok tersebut membayar premi sebagai prasyarat memperoleh manfaat manakala menghadapi kecelakaan atau resiko di masa depan. Jika seseorang mengalami kecelakaan, misalnya, orang tersebut menerima manfaat asuransi dari akumulasi premi sebagai pengganti atau kompensasi terhadap resiko yang dialaminya.

DAFTAR PUSTAKA
Suharto, Edi (1997), Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran, Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS).

http;www.google.com

makalah jamkesos (sistem jaminan sosial)

Ja

mkesmas

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/ 1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
Kenyataan yang terjadi, derajat kesehatan masyarakat miskin masih rendah, hal ini tergambarkan dari angka kematian bayi kelompok masyarakat miskin tiga setengah sampai dengan empat kali lebih tinggi dari kelompok masyarakat tidak miskin. Masyarakat miskin biasanya rentan terhadap penyakit dan mudah terjadi penularan penyakit karena berbagai kondisi seperti kurangnya kebersihan lingkungan dan perumahan yang saling berhimpitan, perilaku hidup bersih masyarakat yang belum membudaya, pengetahuan terhadap kesehatan dan pendidikan yang umumnya masih rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup serta Umur Harapan Hidup 70,5 Tahun (BPS 2007). Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang mahal. Peningkatan biaya kesehatan yang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket, , kondisi geografis yang sulit untuk menjangkau sarana kesehatan. Derajat kesehatan yang rendah berpengaruh terhadap rendahnya produktifitas kerja yang pada akhirnya menjadi beban masyarakat dan pemerintah. Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, sejak awal Agenda 100 hari


BAB II


TUJUAN DAN SASARAN

A. Tujuan Penyelenggaraan JAMKESMAS

1. Tujuan Umum : Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.

2. Tujuan Khusus:

a. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit

b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin

c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel

C. Sasaran

Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya.


BAB III


TATA PELAKSANA KEPESERTAAN

A. KETENTUAN UMUM

1. Peserta Program JAMKESMAS adalah setiap orang miskin dan tidak mampu selanjutnya disebut peserta JAMKESMAS , yang terdaftar dan memiliki kartu dan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

2. Jumlah sasaran peserta Program JAMKESMAS tahun 2008 sebesar 19,1 juta Rumah Tangga Miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta jiwa bersumber dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran peserta secara Nasional oleh Menteri Kesehatan RI (Menkes). Berdasarkan Jumlah Sasaran Nasional tersebut Menkes membagi alokasi sasaran kuota Kabupaten/Kota. Jumlah sasaran peserta (kuota) masing-masing Kabupaten/Kota sebagai mana terlampir .

3. Berdasarkan Kota Kabupaten/kota sebagaimana butir 2 diatas, Bupati/Walikota menetapkan peserta JAMKESMAS Kabupaten/Kota dalam satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk Keputusan Bupati/Walikota. Apabila jumlah peserta JAMKESMAS yang ditetapkan Bupati/Walikota melebihi dari jumlah kuota yang telah ditentukan, maka menjadi tanggung jawab Pemda setempat.


B. ADMINISTRASI KEPESERTAAN.

Administrasi kepesertaan meliputi: registrasi, penerbitan dan pendistribusian Kartu sampai ke Peserta sepenuhnya menjadi tanggung jawab PT Askes (Persero) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Data peserta yang telah ditetapkan Pemda, kemudian dilakukan entry oleh PT Askes (Persero) untuk menjadi database kepesertaan di Kabupaten/Kota.

2. Entry data setiap peserta meliputi antara lain :
a. nomor kartu,
b. nama peserta,
c. jenis kelamin
d. tempat dan tanggal lahir/umur
e. alamat

2. Entry data setiap peserta meliputi antara lain

3. Berdasarkan database tersebut kemudian kartu diterbitkan dan didistribusikan sampai ke peserta.

4. PT Askes (Persero) menyerahkan Kartu peserta kepada yang berhak, mengacu kepada penetapan Bupati/Walikota dengan tanda terima yang ditanda tangani/cap jempol peserta atau anggota keluarga peserta.

5. PT Askes (Persero) melaporkan hasil pendistribusian kartu peserta kepada Bupati/Walikota, Gubernur, Departemen Kesehatan R.I, Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/ Kota serta Rumah Sakit setempat







BAB IV


PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM

A. INDIKATOR KEBERHASILAN

Sebagai patokan dalam menilai keberhasilan dan pencapaian dari pelaksanaan penyelenggaraan program JAMKESMAS secara nasional, diukur dengan indikator- indikator sebagai berikut:

1. Indikator Input

Untuk indikator input yang akan dinilai yaitu: a. Adanya Tim Koordinasi JAMKESMAS di tingkat Pusat/Prop/Kabupaten/Kota b. Adanya Tim Pengelola JAMKESMAS di tingkat Pusat/Prop/Kabupaten/Kota c. Adanya Pelaksana Verifikasi di semua RS d. Tersedianya anggaran untuk manajemen operasional e. Tersedianya APBD untuk maskin diluar Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)

2. Indikator Proses

Untuk indikator proses yang akan dinilai yaitu: a. Adanya database kepesertaan 100% di Kabupaten/Kota b. Tercapainya distribusi Kartu Peserta JAMKESMAS 100% c. Pelaksanaan Tarif Paket JAMKESMAS di RS (INA-DRG) d. Penyampaian klaim yang tepat waktu e. Pelaporan yang tepat waktu



3.Indikator Output

Untuk indikator Output yang diinginkan dari program ini yaitu:
a. Peningkatan cakupan kepesertaan dengan indikator yaitu: 1) 100% Kabupaten/Kota mempunyai data base kepesertaan 2) Cakupan kepemilikan kartu 100%

b. Peningkatan cakupan dan mutu pelayanan dengan indikator: 1) Kewajaran tingkat Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) 2) Kewajaran tingkat rujukan dari PPK I ke PPK II/III 3) Kewajaran Kunjungan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) 4) Kewajaran Kunjungan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL),

B. PEMANTAUAN DAN EVALUASI

1. Tujuan pemantauan dan evaluasi
Pemantauan dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang kesesuaian antara rencana dengan pelaksanaan Program Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), sedangkan evaluasi dilakukan untuk melihat pencapaian indikator keberhasilan.



2. Ruang lingkup pemantauan dan evaluasi

a. Pendataan masyarakat miskin meliputi data base kepesertaan, kepemilikan kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), dokumentasi dan penanganan keluhan.

b. Pelaksanaan pelayanan kesehatan meliputi jumlah kunjungan masyarakat miskin ke Puskesmas dan Rumah Sakit, jumlah kasus rujukan, pola penyakit rawat jalan dan rawat inap

c. Pelaksanaan penyaluran dana meliputi pencairan dana ke Puskesmas, verifikasi klaim tagihan dan pencairan dana ke Rumah Sakit, pertanggungjawaban keuangan

3. Mekanisme pemantauan dan evaluasi

Pemantauan dan evaluasi diarahkan agar pelaksanaan program berjalan secara efektif dan efisien sesuai prinsip-prinsip kendali mutu dan kendali biaya. Pemantauan merupakan bagian program yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala, baik bulanan, triwulanan, semester maupun tahunan, melalui:

a. Pertemuan dan koordinasi

b. Pengelolaan Pelaporan Program (pengolahan dan Analisis)

c. Kunjungan lapangan dan supervisi d. Penelitian langsung (survei/kajian)










C. PENANGANAN KELUHAN

Penyampaian keluhan atau pengaduan dapat disampaikan oleh masyarakat penerima pelayanan, masyarakat pemerhati dan petugas pemberi pelayanan serta pelaksana penyelenggara program. Penyampaian keluhan atau pengaduan merupakan umpan balik bagi semua pihak untuk perbaikan program. Penanganan keluhan/pengaduan dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip, sebagai berikut:

1. Semua keluhan/pengaduan harus memperoleh penanganan dan penyelesaian secara memadai dan dalam waktu yang singkat serta diberikan umpan balik ke pihak yang menyampaikannya.

2. Untuk menangani keluhan/pengaduan dibentuk Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) atau memanfaatkan unit yang telah ada di Rumah Sakit/Dinas Kesehatan

3. Penanganan keluhan dilakukan secara berjenjang dari UPM/unit yang telah ada yang terdekat dengan sumber pengaduan di kabupaten/kota dan apabila belum terselesaikan dapat dirujuk ketingkat yang lebih tinggi


D. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

1. Pembinaan dilakukan secara berjenjang oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2. Pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan Program JAMKESMAS dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional (APF).

E. PELAPORAN


Untuk mendukung pemantauan dan evaluasi, dilakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) secara rutin setiap bulan ( sesuai pedoman pelaporan ). Data dan laporan dari Puskesmas dan Rumah Sakit yang ikut Program JAMKESMAS mengirimkan laporan ke Tim Pengelola JAMKESMAS Kabupaten/Kota untuk direka

jamsostek (sistem jaminan sosial)





JAKARTA – Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) seperti diatur UU Nomor 3 Tahun 1992 merupakan program wajib bagi perusahaan yang mempekerjakan sekurang-kurangnya 10 orang atau yang dapat memberikan upah per bulan sebesar Rp 1 juta. PT Jamsostek (Persero) sebagai BUMN penyelenggara program Jamsostek, seperti diatur PP No.36/1995 tidak bertentangan dengan UU No.5/1999, tentang larangan praktik monopoli. Antara lain, karena program Jamsostek bukan merupakan kategori produk komersial yang operasionalnya terkait dengan aktivitas pemasaran.
Penyelenggaraan program Jamsostek di Indonesia merupakan konsekuensi dari ratifikasi Konvensi ILO No.102/1952, bahwa setiap negara harus menyelenggarakan program asuransi sosial bagi perlindungan pekerja untuk sekurang-kurangnya empat (4) cabang yang meliputi kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pemeliharaan kesehatan. Ini artinya, program Jamsostek bisa dikatakan merupakan salah satu intrumen negara bagi penanggulangan terhadap risiko-risiko yang timbul akibat hubungan industrial.
Jamsostek sebagai skim perlindungan dasar secara esensial menjadi hak normatif pekerja. Dengan demikian penyelenggaraannya harus diserahkan kepada pemerintah sebagai penanggung-jawab atas program perlindungan.
Pertanyaannya: mengapa program Jamsostek harus diselenggarakan PT Jamsostek sebagai satu-satunya badan penyelenggara? Di seluruh dunia, asuransi sosial diselenggarakan oleh satu-satunya penyelenggara, dalam arti bahwa iuran asuransi sosial merupakan komponen pajak. Badan penyelenggara program Jamsostek sebagai komponen asuransi sosial berfungsi menyuplai badan koleksi iuran (pajak), sehingga secara prinsip harus merupakan satu-satunya penyelenggara.
Selain itu, juga badan penyelenggara yang satu-satunya ini berfungsi sebagai distributor risiko hubungan industrial bagi pekerja. Intinya, program Jamsostek yang terdiri empat program (kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan pemeliharaan keseharan) pada dasarnya merupakan hak normatif pekerja dan bukan sesuatu produk komersial yang harus dipasarkan secara kompetitif.
Menurut Dirut PT Jamsostek (Persero), A.Djunaidi Ak, karena penyelenggaraan program Jamsostek sebagai komponen asuransi sosial, maka berlaku mekanisme pemerataan risiko hubungan industrial (social hazards), sehingga kepesertaannya berlaku wajib bagi perusahaan.

Perbedaan Prinsip
Menurut Djunaidi, program Jamsostek itu bersifat multi dimensi, lintas sektoral, kepesertaannya terbuka, bersifat wajib kolektif, menfaat dasar (flat) dan baku. Selain itu, juga terkait dengan hak dan kewajiban, melibatkan tripartit sebagai salah satu pengawas. Jika dikategorikan dalam asuransi, program Jamsostek masuk dalam kategori asurnasi makro.
Sedangkan asuransi komersial, benefit value bersifat on top yang dibedakan dengan umur, kepesertaannya berdasarkan kontrak dan sukarela, produk yang ditawarkan bukan merupakan hak masyarakat semata dan terbatas bagi yang berpendapatan tinggi.
Sementara itu, pakar sistem jaminan sosial, Bambang Purwoko, SE, MA, PhD, mengatakan, ada perbedaan yang prinsip antara perlakuan asuransi sosial dan pelaksanaan asuransi komersial. Pertama, dalam sistem asuransi sosial pemungutan iuran dilakukan dibelakang, namun demikian hak kepada peserta dapat dipenuhi dimuka. Sedangkan pada asuransi komersial pembayaran premi dilakukan dimuka.
Kedua, akumulasi iuran dalam sistem asuransi sosial terikat dengan pembagian risiko yang dalam hal ini sebagai penopang unsur gotong royong. Sedangkan bagi asuransi komersial, premi yang terkumpul hanya berlaku bagi yang bersangkutan jika timbul risiko di kemudian hari.
Ketiga, sifat kepesertaan dalam sistem asuransi sosial merupakan kolektif dan terbuka secara terus menerus, sehingga kesinambungan sangat tergantung dari generasi berikutnya. Sedangkan pada asuransi komersial lebih didasarkan pada kontrak secara individual.
Keempat, dalam sistem asuransi sosial pemupukan cadangan teknis (dari iuran jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan pemeliharaan kesehatan) merupakan kewajiban bagi penyelenggara yang penggunaannya terikat dengan pemenuhan kebutuhan jangka panjang dalam arti, jika terjadi defisit di kemudian hari, karena berkurangnya kepesertaan baru.
Sementara itu, pada asuransi komersial cadangan teknis hanya dipergunakan sesaat dalam arti berlaku tahun berjalan dan pada akhir tahun jika terjadi sesuatu risiko, maka dapat merupakan surplus bagi penyelenggara.
Menurut Bambang, maka penyelenggara program Jamsostek yang merupakan sistem asuransi sosial tidak dapat diberlakukan alternatif penyelenggaraan. Jika alternatif penyelenggaraan lebih dari satu, akan berdampak negatif bagi pemenuhan unsur gotong royong, sehingga yang dirugikan masyarakat, khususnya pekerja.

Tak Bertentangan
Bambang Purwoko mengatakan, meski penyelenggara Jamsostek di Indonesia kini hanya satu BUMN, yakni PT Jamsostek (Persero), tetapi karena sifat dan tujuannya berbeda dengan asuransi komersial, maka tidak bertentangan dengan UU No.5/1999, tentang praktik larangan monopoli, karena Jamsostek sebagai BUMN tidak memiliki produk lain yang berorientasi pada prospek pasar, melainkan menyelenggarakan perlindungan dasar yang menjadi hak pekerja.
Model dan pelaksanaan jaminan sosial yang monopolistis, bukan saja terjadi di Indonesia, tetapi hampir di seluruh dunia, kecuali Chili. Di Amerika Serikat, misalnya, program jaminan sosial telah dilakukan, sejak tahun 1935, yang diprakarsai oleh Presiden Roosevelt. Sistem jaminan sosial di AS, berdasarkan UU tahun 1935, terbagi dalam dua program, yakni asuransi sosial dan bantuan sosial. Asuransi sosial diperuntukan bagi perlindungan penerima kerja (employees) dalam kaitannya dengan hubungan industrial, sedangkan bantuan sosial hanya berlaku bagi orang-orang miskin.
Di ASEAN, ada sejumlah negara lain yang penyelenggaraan sistem asuransi sosial, tergolong sudah bagus, yakni Singapore (Central Profident Fund of Singapore-CPF), Malaysia (Employees Provident Fund of Malaysia- EPF), dan Filipina (Social Security System - SSS). Di Singapore, misalnya, program EPF dan CPF, yang dimulai sejak tahun 1957, hingga kini telah berhasil menghimpun dana sebesar Rp 540 triliun atau 60 persen APBN dan Rp 700 triliun atau 7- persen dari APBN yang bersangkutan.
Kembali, ke program Jamsostek, ada beberapa hal mendesak yang perlu segera ditinjau kembali, terutama soal status badan penyelenggara. Dengan status persero, seperti sekarang, jelas tidak relevan lagi, karena di sejumlah negara lain, pengelola jaminan sosial merupakan BUMN nirlaba dan langsung di bawah kendali presiden.
Dengan status badan nirlaba, maka keuntungan yang diperolehnya tidak disetorkan ke pemerintah, tetapi dimanfaatkan buat kesejahteraan pekerja.
(SH/ignatius gunarto)

11 April 2011

manejemen kasus ODHA

LATAR BELAKANG

Menurut catatan UNAIDS, saat ini di dunia terjadi peningkatan jumlah orang dengan HIV/AIDS dari 36,6 juta orang pada tahun 2002 menjadi 39,4 juta orang pada tahun 2004. Sedangkan di Asia diperkirakan mencapai 8,2 juta orang dengan HIV/AIDS, 2,3 juta di antaranya adalah perempuan (UNAIDS, 2004).
SITUASI HIV/AIDS DI INDONESIA
* Di Indonesia, diperkirakan epidemi HIV/AIDS akan terus mengalami peningkatan, ada 12-19 juta orang rawan untuk terkena HIV dan diperkirakan ada 95.000-130.000 penduduk yang tertular HIV (Depkes, 2004).
* Sejak pertama kali kasus HIV dilaporkan di Indonesia pada tahun 1987, jumlah kasus HIV/AIDS meningkat dengan cepat, data terbaru menunjukkan sampai tanggal 31 Desember 2004 secara kumulatif, terdapat 3368 kasus HIV dari 30 provinsi dan 2682 kasus AIDS dari 29 provinsi (Depkes, 2004).
* Di Jakarta, kasus baru infeksi HIV mencapai lebih dari 100 pasien per bulannya.
* Faktor yang sangat berpengaruh pada penularan HIV/AIDS adalah perilaku seks berisiko tinggi, makin maraknya industri seks, kian banyak pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif ( NAPZA) suntik, serta kemiskinan.






HIV/AIDS DAN NARKOBA: EPIDEMI KEMBAR

* Estimasi pengguna narkoba adalah 1,3-2 juta orang sedangkan estimasi pengguna narkoba suntik di Jakarta adalah 1 juta orang (Reid G, 2002). Dari 30-93% pemakai narkotika terinfeksi HIV, terutama pengguna narkotika suntik.
Pada tahun 2001, 19% dari total kasus terinfeksi HIV adalah pada pengguna narkoba suntik. Sumber: Reid & Costigan. Revisiting ‘The Hidden Epidemic’ – a situation assessment of drug in Asia in the context of HIV/AIDS, Burnet Institute & The Centre For Harm Reduction, January 2002.
* Adanya peningkatan jumlah pengguna narkoba pada perempuan (biasanya 8-20% dari total keseluruhan), walaupun pengguna narkoba laki-laki tetap tertinggi (UNAIDS, 2004)
* Organ reproduksi perempuan lebih rentan tertular HIV dibandingkan organ reproduksi laki-laki karena berada di bagian dalam tubuh. Bagian dalam vagina berselaput lendir dan memiliki lipatan-lipatan yang membuat penampang vagina menjadi lebih luas sehingga lebih rentan terinfeksi HIV dibandingkan organ reproduksi laki-laki. Hubungan seksual melalui vagina disertai kekerasan lebih berpotensi menimbulkan luka pada organ reproduksi perempuan. Luka itu menjadi pintu masuk bagi HIV yang berada dalam cairan sperma ke tubuh perempuan. Statistik memperlihatkan, perempuan 2-4 kali lebih rentan tertular HIV/AIDS dibandingkan laki-laki. (Kompas, 24 November 2004)






Rantai sederhana penularan HIV

KONTRASEPSI DAN HIV/AIDS
* Survei tentang HIV/AIDS yang digelar Direktorat Jenderal Penanggulangan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, tahun 2002, mendapatkan data 3 juta lelaki di 10 propinsi di Indonesia yang menjadi pelanggan perempuan pekerja seks komersial (PSK). Hanya sedikit sekali yang menggunakan kondom ketika kontak seks dengan PSK. Harus dicatat angka ini belum mewakili keadaan sesungguhnya karena survei hanya mencakup orang-orang yang relatif mudah dijangkau, misalnya sopir truk, pekerja bangunan dan kalangan ekonomi lemah lainnya karena kesulitan melakukan survei pada pegawai negeri, politisi, orang kantoran, atau pengusaha papan atas (Tempo, Edisi 6, 12 Desember 2004).

* Data tersebut menjelaskan setidaknya ada 3 juta laki-laki berisiko tinggi terhadap HIV karena perilaku seksual mereka. Pada saat bersamaan, tiga juta lelaki ini menempatkan jutaan orang lain – istri, pacar, bayi-bayi yang dikandung istri, dan juga pelacur baik perempuan maupun lelaki – pada risiko terinfeksi HIV pula.
* Pada tahun 2002-2003, survei lain digelar untuk memotret perilaku seks lelaki dewasa di 10 provinsi di Indonesia. Hasilnya, dari 3.851 responden, terdapat 16% responden yang tidak melakukan hubungan seks (abstinen) dan 32,8% yang melakukan seks hanya dengan satu pasangan. Sisanya 51%, aktif berhubungan seks dengan lebih dari seorang perempuan. Bahkan tercatat ada 18% responden yang aktif berhubungan seks dengan sembilan orang dalam setahun terakhir.
* Survei Departemen Kesehatan, tahun 2003, memastikan bahwa, 80% pecandu narkoba suntik rajin membeli seks dari pekerja seks dan melakukan HUS tanpa kondom.


ANTISIPASI & PENANGGULANGAN

* Saat ini pemerintah tengah mengembangkan obat anti retro viral yang diharapkan dapat terjangkau, selain itu dengan penyuluhan mengenai penyebaran HIV, bahwa bila terkena HIV maka bisa mempengaruhi keluarganya. Masyarakat juga harus ikut terlibat dan sadar akan bahaya AIDS.
* Untuk penanggulangan AIDS ini dana yang dibutuhkan sangat tinggi, tahun 2004 sampai tahun 2005 ada penambahan empat kali dari 4 milyar menjadi 16 milyar, pemerintah mengungkapkan akan terus mengusahakan agar dana untuk penanggulangan dapat terus bertambah.(Kompas, 15 Februari 2004)













Contoh kasus yang diangkat
Dalam sebuah rumah berdinding semen dan berkamar tiga di Sorong, Papua Barat, impian Angelina pun perlahan memudar. Dulu ia pernah bercita-cita untuk menjadi seorang polisi wanita “karena saya melihat mereka membantu dan melindungi orang.” Namun sudah lama impian itu sirna. Pada Juni 2010, suaminya yang bekerja sebagai ahli mekanik meninggal. Enam bulan kemudian bayi perempuan pertamanya pun juga meninggal. Baru pada bulan Oktober ia tahu penyebabnya. Belum juga hilang kesedihannya, perempuan 21 tahun itu diberitahu bahwa ia terinfeksi HIV. Kemungkinan besar suaminya terjangkit virus itu dari pekerja seks.

Angelina hanya salah satu korban yang polos dan tidak tahu menahu tentang HIV di Indonesia. Ia hanya orang biasa yang bahkan tidak pernah melakukan tindakan beresiko tetapi tertular oleh orang yang berkelakuan tidak baik. Tentu saja banyak perhatian tercurah pada penyebaran HIV/AIDS di antara kelompok-kelompok yang beresiko. Tapi UNICEF justru memfokuskan pada anak muda dalam upayanya mencegah penularan virus ke masyarakat luas.

 Prinsip Manajemen Kasus yang Digunakan
1. Individualisasi pelayanan (Individualization of Services)
2. Pelayanan yang dijalankan bersifat komprehensif/ menyeluruh (Comprehensiveness of Services)
3. Pelayanan dalam langkah Manajemen Kasus harus teratur (Parsimonious Services), teratur dilihat dari urutan-urutan dalam pelayanan yang diberikan.
4. Kemandirian (Fostering Autonomy), artinya tidak ketergantungan terhadap orang yang memberikan bantuan kepada klien.
5. Keberlanjutan pelayanan (Continuity of Care).

 Model Manajemen Kasus
• Expanded Broker Model
Model ini termasuk dalam model manajemen kasus tradisional dan merupakan model umum, dimana staf yang bekerja pada model ini bertindak sebagai broker, yaitu menghubungkan klien dengan agensi/ pelayanan lain di dalam komunitas untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan klien yang spesifik.
Petugas Manajemen Kasus dalam model ini bertindak sebagai agen dibandingkan sebagai penyedia pelayanan. Petugas manajemen kasus ini menggunakan elemen tugasnya terutama penilaian (assessment), perencanaan, pelaksanaan, dan pendampingan.
• Rehabilitation Model
Model ini digunakan untuk melakukan suatu proses rehabilitasi kepada klien (anak jalanan). Model ini lebih banyak membantu klien untuk mencapai sukses pada lingkungan yang dipilihnya.


 Komposisi Tim Manajemen Kasus
Dari contoh kasus di atas, maka ditentukan tim komposisi yang terdiri dari berbagai multidisiplin yang menyediakan berbagai pelayanan yang dibutuhkan oleh klien (anak jalanan). Komposisi tim Manajemen Kasus tersebut yaitu pekerja sosial, polisi, dokter umum, psikolog, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Tim Pekerja Sosial
Koordinator : Abd. Rahman Hidayat
Penanggung Jawab : Umatun Karomah
Pencari Sumber Pelayanan : Andi Dwi Wulandari
Kontroling dan Evaluasi : Nazera Nur Utami
Bangkit Ardiansyah
Andi Fahrozi
Afa Silmi Hakim
Rachmat Rhufari Ari

 Langkah – langkah penerapan manajemen kasus
1. Intake proses manajemen kasus dimulai dengan wawancara awal dan dalam berbagai setting. Karena Angelina kini sedang berada dalam keadaan terpuruk, yang teramat sangat, proses Inake ini haruslah secara soft dan seaman mungkin agar dapat membangun rapport yang nyaman dan memfasilitasi pengembangan suatu hunbungan kerjasama dan menempatkan pekerja social sebagai titik aman dalam kontak dengan klien dalam hal ini, Angelina. Proses assessment awal ini dilaksanakan oleh saudari Nazera Nur Utami, dan informasi yang didapatkan sementara adalah sebagai berikut.
Bahwa Angelina, adalah janda muda yang baru berusia 21 tahun itu telah di vonis positive HIV pada bulan oktober 2010, hingga kini Angel masih bertahan dengan keadaan yang sangat terpuruk. Ia tinggal bersama kedua orangtuanya yang masih mau menerimanya dalam keluarga walaupun dengan keadaan Angel yang demikian. Karena walau bagaimanapun Angel adalah anak sematawayang dari ayah dan ibunya. Tentu saja keadaan yang sedang dialami oleh Angel merupakan pukulan terberat bagi kedua orangtuanya. Selama kurang lebih lima bulan, Angel hidup dalam ketidakpastian dan kelamnya dunia. Tak ada yang ia dapat perbuat kecuali menikmati kesakitannya, dan berdiam diri menunggu kematian dalam kamarnya. Saat kami kunjungi, Angel menerima kami dengan senyuman teramah yang pernah kami saksikan dari seorang ODHA. Ketegaran Angel membuat kami optimis dapat menyelesaikan kasus ini. Lebih lanjut ternyata Angel memiliki semangat untuk semuh dan bangkit dari keterpurukannya selama ini. Ini terlihat saat Rekan kami Era menanyakan apakah Angel ingin seperti ini terus? Dan jawaban Angel sungguh di luar Namun terlepas dari itu semua, saat Saudari Era menanyakan akan cita – cita yang pernah ia impikan, ternyata Angel masih sangat berharap ia dapat meraihnya. Mewujudkan yang sempat terpendam. Saat kami datang.
Assesment


Planning :
1. Tim MK mencari Sumber Pelayanan yang bisa di akses oleh klien baik itu dari tempat tinggal yang dekat dengan lingkungannya maupun kemampuan ekonominya.
2. Dari masalah yang dihadapi Angelina sebagai ODHA kami sebagai Tim MK merujuk Angel ke Sumber Rehab yang ada yaitu Rumah Cemara.
3. Tim MK meninjau proses pelayanan yang sedang berjalan.

Pelaksanan
Kami Tim MK setelah memahami planning di atas maka kami melaksanakan intervensi. Pada saat melakukan pelaksanaan intervensi alhamdulillah dapat berjalan dengan lancar karena motivasi dan semangat tinggi untuk hidup yang lebih lama sehingga proses pelayanan berjalan dengan baik.