04 Januari 2013

KAJIAN TENTANG TRAFIKING PEKERJAAN SOSIAL

BAB I



Tinjauan konsep atau teori

A.1. Definisi dan Pengertian Trafiking.

Trafiking adalah rangkaian kegiatan dengan maksud eksploitasi terhadap perempuan dan atau anak yang meliputi kegiatan perdagangan manusia (trafiking) khususnya perempuan dan anak adalah segala tindakan pelaku trafiking, yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan, perempuan dan anak dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, dll), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, di mana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopili), buruh
migrant legal maupun illegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang dan penjualan organ tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.


Ketentuan Pidana dalam Perda Anti Trafiking (Bab VIII) diatur berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian suatu kasus trafiking sekalipun diproses dengan menggunakan KUHP atau perangkat perundangan lainnya tetap disebut kasus trafiking. Identifikasi suatu kasus disebut trafiking atau bukan harus berangkat dari pengertian atau definisinya. Tidak perlu semua komponen harus terpenuhi sebab memenuhi satu saja kriteria dari komponen-komponen definisi tersebut itu sudah dapat disebut trafiking sesuai penjelasan definisi trafiking itu sendiri.


A.2. Bentuk bentuk trafiking

Di Indonesia ditemukan beberapa bentuk perdagangan manusia, yakni:
1. Buruh Mingran
2. Pembantu Rumah Tangga
3. Pekerja Seks komersial (PSK)
4. Perbudakan Berkedok Pernikahan dan Pengantin Pesanan
5. Bentuk-bentuk Eksploitasi dan Perdagangan Lain: Buruh Ijon, Pekerja
Jermal, Anak Jalanan, Perkebunan/Industri Rumah Tangga, Adopsi, Perdagangan
Narkoba Internasional dan Pekerja Hiburan (Jaran).


A.3. Arti dan Pengertian Istilah yang Dipakai dalam Definisi Trafiking:

Berikut ini adalah beberapa arti dan pengertian istilah penting yang dipakai
sesuai definisi trafiking:

Eksploitasi : Memanfaatkan seseorang secara tidak etis demi kebaikan atau
keuntungan seseorang.
Eksploitasi Pekerja : Mendapat keuntungan dari hasil kerja orang lain tanpa memberikan
imbalan yang layak

Perekrutan : Tindakan mendaftarkan seseorang untuk suatu pekerjaan atau
aktivitas.

Agen : Orang yang bertindak atas nama pihak lain, seseorang yang memfasilitasi proses migrasi (pemindahan) baik migrasi sah maupun tidak sah.

Broker/makelar: Seseorang yang membeli atau menjual atas nama orang lain.

Kerja Paksa &Praktek serupa

Perbudakan : Memerintahkan seseorang untuk bekerja atau memberikan jasa
dengan menggunakan kekerasan atau ancaman, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi yang dominan, penjeratan utang, kebohongan atau bentuk-bentuk
pemaksaan lainnya. Kerja paksa dapat dilakukan demi keuntungan pemerintah,
individu pribadi, perusahaan atau asosiasi.

Penghambaan : Keadaan di mana seseorang berada di bawah penguasaan seorang

pemilik atau majikan; atau hilangnya kebebasan pribadi, untuk bertindak
sebagaimana yang dikehendakinya.

Perbudakan : Keadaan di mana seseorang terbelenggu dalam penghambaan
sebagai milik seorang penguasa budak atau suatu rumah tangga; atau praktek

untuk memiliki budak; atau metode produksi di mana budak merupakan tenaga
kerja pokok.


Perbudakan Seksual : Ketika seseorang memiliki orang lain dan mengeksploitasinya untuk
aktivitas seksual.

Prostitusi : Tindakan seksual yang dilakukan untuk memperoleh uang.
Pekerja Seks

Komersial : Seseorang yang melakukan tindakan seksual untuk memperoleh uang.

Prostitusi Anak: Prostitusi yang dilakukan anak, yang merupakan salah satu
bentuk pekerjaan terburuk bagi anak.

Prostitusi Paksa: Mendesak (memaksa) seseorang untuk bekerja sebagai
pekerja seks.

Pekerja Hiburan: Seseorang yang dipekerjakan di bidang jasa
layanan/service dengan kondisi kerja eksploitatif, pornaaksi/striptease dan
kondisi rentan.
Rentan : Menghadapi kemungkinan besar untuk dilukai atau mudah untuk
diserang.



A.4. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA MASALAH TRAFIkKING

Maraknya isu perdagangan perempuan & anak ( Trafficking ) dewasa ini diawali dengan semakin meningkatnya migrasi tenaga kerja baik antar daerah, wilayah maupun Negara memasuki sector informal maupun pekerjaan rumahan. Sektor ini sebagian besar terdiri dari perempuan dan anak yang berumur di bawah 18 tahun. Penyebab yang mendorong trafficking di Indonesia adalah: Kemiskinan, terbatasnya akses dan kesempatan kerja, kekerasan dalam rumah tangga, kepatuhan anak terhadap orangtua ( yang terdesak secara ekonomi), konflik sosial dan peperangan serta lemahnya penegakan hokum, serta perubahan orientasi pembangunan dari pertanian ke industri serta krisis ekonomi yang tidak berkesudahan.

Kondisi ini tidak saja dialami oleh Indonesia. Laporan Survey dunia IV tentang perempuan dan pembangunan (1999) menyebutkan bahwa banyak Negara berkembang di Asia, seperti Vietnam, Laos, Sri Langka, Thailand, dan Philipina mengalami hal yang sama, sebagai akibat ketidakpastian dan ketidak mampuan menghadapi persaingan bebas dari konsep liberalisasi ekonomi di era globalisasi yang mempunyai dampak yang cukup kompleks terutama terhadap peningkatamn peran dan kedudukan perempuan dalam bidang ekonomi baik pada tingkat nasional maupun internasional.



A.5. Dampak trafikking

Dalam kasus trafikking banyak sekali damapat dapak yang akan ditimbukan bai menyakut traumatik maun dalam bentuk keacatan fisik tak sedikit akibat trafikking dapat meningkatkan kematian selain itu juga ada juga dampak lain yang lebih kompeleksitas yaitu meningkatnya angka prostitusi dan pelanggaran hak assasi manusia (HAM).

A.6. Perlindungan korban trafikking



I. Berdasarkan Protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Mencegah, Memberantas
dan Menghukum Perdagangan Manusia, khususnya Perempuan dan Anak (2000),
suplemen Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Melawan Organisasi
Kejahatan Lintas Batas, memasukkan definisi perdagangan manusia sebagai
berikut:

"Perdagangan Manusia" adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh;

(b) Persetujuan korban perdagangan manusia terhadap eksploitasi yang
dimlibatkan satu pun cara yang dikemukakan dalam
subalinea (a) pasal ini;

(d) "Anak" adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun.

Pemerintah Indonesia turut meratifikasi protokol PBB tersebut dan Rencana
Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak disahkan pada
tanggal 30 Desember 2002 melalui Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002. RAN
tersebut merupakan landasan dan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam
melaksanakan penghapusan perdagangan perempuan dan anak (Kementerian
Pemberdayaan Perempuan/KPP, RAN, 2002, hlm. 4). Pengesahan RAN
ditindaklanjuti dengan pembentukan gugus tugas anti trafiking di Tingkat
Nasional. Untuk menjamin terlaksananya RAN di tingkat propinsi dan
kabupaten/kota maka penetapan peraturan dan pembentukan gugus tugas
didasarkan keputusan kepala daerah masing-masing termasuk anggaran
pembiayaannya (KPP/RAN, hlm8-9).

Dalam RAN (hlm 14-15) diberikan 29 rujukan landasan hukum yang relevan
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat dipakai dalam
upaya menghapus trafiking, antara lain: Undang-Undang (UU) No.1 Tahun 1946
tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP); UU no.7 tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Wanita; UU no.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; UU no.19 tahun 1999
tentang Pengesahan Konvensi ILO (International Labor Organisation) no.105
mengenai Penghapusan Kerja Paksa; UU no. 1 tahun 2000 tentang Pengesahan
Konvesi ILO No.182 mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan
Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak; UU no.23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dan rujukan-rujukan relevan lainnya.

BAB II



Gambaran lapangan



Kisah Adisa ini, juga termuat di film dokumenter tersebut. Dia bertutur: ''Cara calo memang tergolong lihai, hebat gitu istilahnya. Calo-calo yang dipakai juga teman-teman kita sendiri. Pokoknya mereka menjanjikan macam-macam, gaji segini, jaminan ini-itu.
Tapi ternyata bohong belaka. Aku ditipu, dijual sekitar tiga jutaanlah. Orang yang membeli aku mengurung aku selama satu minggu, tidak dikasih makan dan minum, lalu pada malam harinya aku dimasukin tamu. Minggu depannya aku disuruh tanda tangan
perjanjian dan baru boleh keluar kalau utang-utang sudah lunas. Tapi utang-utang tambah dari yang tiga juta, utang ditambah makan kalau tidak ada tamu atau biaya dokter dan seterusnya. Jadi utang tidak akan bisa selesai. Bagaimana aku bisa lapor polisi? Mereka
bukan bantu kita, anak-anak yang ngadu atau lari diantar lagi ke ''mami'', mereka justru yang ngejar, pokoknya susahlah....''

Adisa mengaku punya tiga orang anak, yang besar berusia 9 tahun. ''Dia sering telepon, kapan mama pulang...'' kata Adissa yang kemudian tak mampu membendung air matanya, menangis terisak-isak.

Kisah Adisa ini memang menarik, karena termasuk salah seorang yang diperjuangkan pembebasannya oleh Yayasan Jurnal Perempuan, seperti yang ditulis sendiri oleh Direktur Eksekutifnya, Dr Gadis Arivia dalam Jurnal Perempuan edisi 29, 2003 yang diedarkan kepada peserta dialog publik tersebut.

Menurut Gadis Arivia, Adisa yang ditipu dan dijual ke Tanjungbalai Karimun itu, pembebasannya memakan waktu yang cukup lama setelah dibantu oleh Kantor Menko Kesra, Mabes Polri dan Polres Tanjungbalai.

Perjalanan Adisa sendiri memang berliku sebelum terdampar di Tanjungbalai Karimun. Tergiur oleh ajakan temannya, ia tidak lagi berpikir panjang saat meninggalkan semua yang dicintainya.

Awalnya, ia memang berharap dapat bekerja di Malaysia seperti tawaran yang ia terima. Apalagi dengar-dengar, gaji di negeri jiran itu cukup besar untuk Adisa yang hanya berijazah SMA. Ditambah lagi keruwetan saat itu, selepas ia bercerai dengan suaminya saat baru 40 hari melahirkan anak ke-tiganya.

Namun keinginannya mengubah nasib sekaligus membantu ibu dan adik lelakinya, menjadi berantakan, karena ternyata ia ditipu, dijual ke ''mami'' di Tanjungbalai dan kemudian dijual lagi ke lokalisasi prostitusi, dengan satu kisah sedih yang petikannya
secara langsung disampaikannya di atas tadi.

Dalam tulisannya, Gadis Arivia menjelaskan bagaimana persoalan Adisa menjadi perhatian serius, bahkan nyaris gagal walau sudah dikomunikasikan ke berbagai pihak. Pesan Adisa diakui sangat menghantui untuk segera mencari jalan keluar. LSM Kaseh Puan yang membantu mendampingi Adisa juga terus mengontak memberitahu
perkembangan Adisa. Baru ada titik terang ketika masalah ini sampai ke Kantor Menko Kesra, di mana Dirjen Kesra Dr Tuning menindaklanjuti laporan YJP
.
Lantas, seperti ditulis Gadis Arivia, pada hari Jumat, tanggal 18 April 2003 atas upaya Mabes Polri, Polres Tanjungbalai menjemput Adisa di rumah maminya. Pada hari Sabtu, tanggal 19 April 2003, Adisa dibawa ke Batam dan akhirnya pada 20 April 2003 pukul 17.00 tim YJP menjemput Adisa di Bandara Soekarno-Hatta.

Wanita malang ini sempat diantar ke Mitra Perempuan, salah satu organisasi women crisis center di Jakarta untuk ci-councelling beberapa hari. Baru pada hari Rabu, 23 April 2003, Adisa diantar ke rumahnya di Jawa Barat menemui keluarganya.

Ibu tiga anak ini memang akhirnya diselamatkan dan dipulangkan ke Cimahi, Bandung. Namun pembebasan ini sendiri telah memakan waktu, tenaga dan melibatkan pihak-pihak berkuasa yang tidak sedikit. Padahal terdapat ratusan perempuan lainnya, banyak Adisa-Adisa yang juga ingin dibebaskan.

Sebab, seperti disampaikan Dra Lola Shirin Wagner, aktivis Yayasan Mitra Kesehatan dan Kemanusiaan (YMKK) Batam pada dialog publik tersebut, dari sekitar 230 ribu pekerja seks di Indonesia (mengutip penelitian Jones Lindquist tahun 1995). Diperkirakan yang beroperasi di Kepulauan Riau termasuk Kundur, Karimun dan Bintan pada tahun 1999 berjumlah 10 ribu orang. Separuh dari jumlah tersebut melakukan aktifitasnya di Batam .

Dalam Jurnal Perempuan edisi 29/2003 Lola Wagner juga menulis bahwa dari 300 orang pekerja seks yang didampingi YMKK selama sekitar tiga tahun, menemukan adanya 34 orang anak perempuan berusia di bawah umur yang dilacurkan, dan sekitar 10 persen dari
jumlah total pekerja seks.

Lantas, tidak adakah upaya perlindungan terhadap mereka, para korban trafiking ini? Para aktifis umumnya menyebut masih minim, komitmen pemerintah memberantas perdagangan manusia.

B.I. keluarga adira ini adalah termaksud keluraga extended famely

Adira dikatakan keluarga extended famely karna ikatan kekeuraganya tidak saja mencakupkan diri pada ia dan anaknya saja melaikan juga dengan ibu serata adik laki-lakinya.

B.2. fungsi keluarga

Semenjak pernikahan adira berakhir dengan perceraian maka fungsi kepala rumah tangga sebagai pencari nafkah di ambil alih olehnya dan hingga iapun terjebak menjadi korban trafikking jadi dapat disimpulakan bahwa fungsi keluraga ini tidak berjalan baik karna beberapa fungsi dari anggota kelurga tidak dapat di jalankan dengan maksimal dan sesuaai dengan tuntutan kebutuhan dari roses perkembangan keluaraga itu sendiri.

B.3. sumber daya keluarga

Sumber daya keluraga yang kita ketahui yaitu segala pontensi yag dapat diakses baik dalam rumah tangga itu sendiri maupun di luar rumah tangga. Dalam keluarga adira yang suber daya yang dapat di akses lebih kepada sumber eksternal terlebih pada saat adira menjadi korban trafikking ia dimabtu keluar dari persoalanya oleh beberapa lembaga dan setelah ia di bebaskanjuga mendapat suatu pelayanan di salah satu panti untuk memebantu menghilangkan traumatiknya.
B.5. tahapan keluarga.

Jika kita melihat dan mencoba memasuki kehidupan keluarga adira maka kita akan mendapati bahwa keluarga adira terdapat pada tahapan keluarga tingkat ketinga dimana pada tahap ini anak anak sudah bersekolah walaupun dalam tahap ini adira sudah tidak didampingi oleh suaminya karna perceraian akan tetapi tahapan ini akan tetap berlanjut walauapun tidak di dampungi oleh suaminya.

B.6. maslah-masalah yang ada dalam keluarga.

Jika kita mendalami masalah cerita yang di alami oleh adira maka kita dapat menarik banyak masalah maslah yang menjdi persoalan keluarga adira di antaranya yaitu :

- Perceraian

Semenjak perceraian adira bertindak sebagai keapala rumah tangga dan ia mulai mengantikan perannan suaminya sebagai pencari nafkah untuk keberlanjutan kelauara.

- Kurangnya kasih sayang

Akibat perceraian anggota kelauarga tidak mampu menjalankan tugasnya sehngga komikasi kurang terjalin dengan baik mengakibatkan rentannya hubungan sehingga kasih sayang untuk para anggota keluaraga berkurang terutama anak anak adira.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar